Sabtu, 04 September 2010

SEKILAS TENTANG GETAH JERNANG

Getah Jernang merupakan hasil hutan bukan kayu sejenis rotan yang diambil dari kulit buah jernang untuk keperluan tertentu. Buahnya seperti buah rotan, bulat kecil-kecil berkumpul seoerti buah salak. Jernang merupakan tumbuhan merambat pada pepohonan di sekitarnya. 


Di dalam getah jernang mengandung senyawa dracoresen (11%), draco resinolanol (56 %), draco alban (2,5 %) sisanya asam benzoate dan asam bensolaktat. Getah jernang biasa digunakan sebagai campuran obat diare, disentri dan pembeku darah akibat luka, sebagai bahan baku pewarna porselen, pewarna marmer, bahan penyamakan kulit, bahan baku lipstick dan lain-lain. 


Hal ini sangat diperlukan oleh nagara Cina, Thailand, Singapura, Hongkong dimana mereka memerlukan getah jernang lebih dari 400 ton pertahun. Indonesia saat ini dapat mengeksport getah jernang hanya 27 ton pertahun itupun sebagian hasil pencarian buah jernang dari dalam hutan. Penyebaran jernang di Indonesia berada pada hutan pulau sumatera (jambi, pedalaman riau) dan Kalimantann (Pontianak). 


Bahkan disinyalir jernang hanya terdapat pada tiga Negara di dunia yaitu India, Malaysia dan Indonesia, sehingga getah jernang menjadi sangat mahal harganya. Dari 100 kg buah jernang didapat 3, 5 kg getah jernang dengan harga per kg saat ini mencapai 1, 2 juta rupiah. Jenis yang paling mahal harganya adalah jenang jenis dragon’s blood. Saat ini jika ingin membudidayakan jernang dapat diambil dari anakan jernang dalam hutan atau langsung dari biji jernang. 


Karena jernang merupakan tumbuhan merambat maka perlu pohon pelindung sebagai tempat merambatnya jernang. Hal ini sangat menguntungkan petani jika jenis pohon pelindung itu juga menghasilkan seperti pohon karet. Selain dapat hasil dari penyadapan getah pohon karet, petani juga dapat menjual getah jernang sehingga menambah pendapatan para petani. 


Saat ini jernang baru dibudidayakan di daerah propinsi Jambi, sehingga hasil jernang di Indonesia dari budidaya masih sangat kecil. Artinya, ini merupakan peluang untuk investasi. Sebagai gambaran saat ini dari 1 ha tanaman jernang dapat menghasilkan 35 hingga 38 juta pertahun. Hal ini menjadi peluang tambahan bagi petani yang ingin membudi dayakannya. 


Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sendiri tepatnya di desa Hinas Kiri budidaya jernang masih tahap uji coba. Kedepannya diharapkan melalui penyuluhan budidaya jernang dapat meluas ke daerah – daerah lain dan semoga dapat menjadi salah satu produk unggulan kehutanan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.


Sumber : http://www.hulusungaitengahkab.go.id/index.php?option=com_content&view=frontpage&Itemid=1

Jumat, 03 September 2010

JERNANG HUMAN RESOURCE MANAGEMENT

Personal Operating Daily of Jernang in GITA BUANA

Selasa, 31 Agustus 2010

Studi Skema Rantai Pemasaran Jernang




Marketing Management Cycle of Jernang: Durability, up 10 years
Siklus Pengelolaan Pemasaran Jernang untuk tahan 10 tahun, 2009-2019

By:  Oldy Arnoldy.

1.   Pejernang
¨  Pembudidayaan Jernang
1.    Lahan dan Bibit.
2.    Pupuk dan Perawatan.
3.    Rotasi tanam.
¨  Pengolahan Hasil
1.    Teknik Pengolahan hasil.
2.    Teknik Pengemasan.
3.    Teknik Penyimpanan.

2.   Gita Buana
¨  Survey Pasar
1.    Segmentasi : Pasar Lokal dan Pasar Eksport.
2.    Target : Permintaan dengan perjanjian waktu.
3.    Posisi : Mutu hasil mempengaruhi Permintaan.
¨  Pemasaran
1.    Product.
2.    Price.
3.    Place.
4.    Promotion.
5.    People.
6.    Physical evidence.
7.    Process.
¨  Pemantauan Budidaya dan Pasar
1.    Planning.
2.    Organiting.
3.    Leading.
4.    Controling.

3.   Pembeli
¨  Kualitas.
¨  Kuantitas.
¨  Pelayanan.
¨  Data Pelanggan.
¨  Penambahan ruang Pasar.

4.   Total Quality Management of Jernang : Improvement system
¨  Sistem Informasi Manajemen Jernang
¨  Sistem Informasi Pasar Jernang
¨  Sistem Informasi Geography Jernang

Budidaya Jernang Dikembangkan

Mengantisipasi kepunahan tanaman konservasi jernang (Daemonorops Sp) seiring maraknya pembukaan liar hutan, masyarakat mulai mengembangkannya di Desa Lamban Sigatal dan Sepintun, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Kebutuhan negara asing akan getah jernang atau dikenal dalam perdagangan internasional sebagai dragon blood, cukup tinggi. China misalnya, membutuhkan 400 ton getah jernang per tahun, untuk diolah sebagai bahan baku pewarna dalam industri porselin, marmer, dan bahan penyamakan kulit. Sejauh ini sentra penghasil jernang, Sumatera dan Kalimantan, baru dapat memasok 27 ton per tahun. Meski tingkat permintaan tinggi, jernang malah semakin sulit didapatkan karena banyak hutan menggundul.

"Sekarang ini, kami harus masuk ke hutan lebih dalam lagi. Satu minggu lebih mencari, baru bisa mendapatkan satu atau dua kilogram jernang," tutur Rudi, Dusun II, Desa Sepintun. Menurut Rudi, masyarakat tengah melaksanakan budidaya tanaman jernang. Melalui usaha ini, diharapkan ekonomi masyarakat dapat terangkat. Keberadaan tanaman ini diharapkan juga dapat tetap dipertahankan.

Abdul Hadison, Direktur Gita Buana, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tengah memberdayakan masyarakat untuk budidaya jernang di dataran rendah Kabupaten Sarolangun, pilot projectnya dilaksanakan di Desa Sepintun dan Lamban Sigatal. Saat ini,  selesai proses pembibitan melalui teknik penyekapan. Melalui teknik ini, masa produktif tanaman dapat dipercepat.



Kawasan hutan di Desa Lamban Sigatal adalah bagian dari zona penyangga blok hutan Bukit Bahar Tajau Pecah (BBTP). Masyarakat sejak lama menikmati hasil hutan kayu dan nonkayu. Pengambilan kayu baik yang dilakukan perusahaan maupun masyarakat sangat eksploitatif, bahkan sumber daya hutan nonkayu ikut musnah. Ironisnya, eksploitasi hutan ternyata tak memberi kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Paling diuntungkan dalam praktik ini pemilik modal atau tauke.